Metode Penelitian Pendidikan |
Penelitian pendidikan pada umumnya mengandung dua ciri pokok, yaitu logika dan pengamatan empiris (Babbie, 1986:16). Kedua unsur penciri pokok penelitian ini harus dipakai dengan konsisten, artinya dua unsur itu harus memiliki hubungan fungsional-logis. Dalam hal ini logika merujuk kepada (a) pemahaman terhadap teori yang digunakan dan (b) asumsi dasar yang digunakan oleh peneliti ketika akan memulai kegiatan penelitian. Di samping itu pengamatan empiris bertolak dari (a) hasil kerja indera manusia dalam melaksanakan observasi dan kekuatan pemahaman manusia terhadap data-data lapangan. Kegiatan antara penggunaan logika dan pengamatan empirik harus berjalan konsisten: artinya kedua unsur (logika dan pengamatan empiris) harus memiliki keterpaduan dan memungkinkan terjadi dialog intensif. Dengan demikian pengamatan empiris harus dilakukan sesuai dengan pertimbangan logis yang ada. Sebagai contoh: dalam bidang pendidikan menurunnya prestasi siswa dapat diterangkan dengan asumsi bahwa (a) telah terjadi berkurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran tertentu di sekolah sebagai akibat dari terbatasnya prasarana laboratorium dan buku penunjang belajar (b) telah terjadi penurunan rerata nilai ujian untuk matakuliah tertentu, disebabkan guru belum memahami pelaksanaan kurikulum yang berbasis kepada KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan). Penelitian pendidikan sebenarnya suatu proses untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar konsep yang dijadikan bahan kajian dalam penelitian. Hubungan antar konsep itu ditunjukkan dalam sebuah hubungan ........Setiap konsep yang kembangkan sebagai variabel penelitian harus dapat menunjukkan beberapa indikator empirik yang ada di lapangan. Sebagai contoh konsep kemampuan mengajar guru, maka indikator empirik yang dapat diketahui adalah (a) kemampuan penggunaan metode belajar guru di dalam kelas (b) penguasaan materi belajar pada mata pelajaran tertentu di kelas, dan (c) kemampuan guru mengadakan asosiasi beberapa mata pelajaran tertentu di kelas. Hakekat pendidikan untuk mencerdaskan dan mencetak nilai-nilai luhur mengalami reduksi besar-besaran yang cenderung bertumpu pada kepentingan pragmatis liberal semata. Dunia dalam percepatan bukan diisi oleh generasi yang mampu menghadapi perubahan, melainkan lebih pada generasi yang mengabdi pada kekuasaan. Arah pendidikan makin jelas menuju pada kepentingan jangka pendek, seolah anak ditempa menjadi manusia yang harus paham berbagai masalah dengan mengabaikan kebebasan individunya. Anak diharuskan menjadi pribadi dengan predikat superlatif (serba cakap-pandai), sedangkan yang tak memenuhinya silakan minggir. Menurut Benny, ini akibat proses belajar yang terjadi bukan secara humanistik melainkan doktriner (h.103) sehingga pantaslah pendidikan kita hanya menghasilkan generasi robot, generasi yang dituntut selalu seragam hingga menafikan perilaku luhur. kutipan: Pendidikan memang perlu, tapi esensinya sudah tak penting lagi sehingga yang dikejar adalah titel selangit. Singkatnya, salah seorang pelopor pendidikan kita, R.A Kartini, menyebut perengkuhan pendidikan berarti habis gelap terbitlah terang. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, KI Hajar Dewantoro sebagai Bapak Pendidikan Nasional sebagai bukti konkrit lain, bahwa melalui pendidikanlah manusia Indonesia bisa jadi maju dan beradab sehingga bisa bergaul, sejajar, dan dikenal di antara bangsa-bangsa di dunia. Dalam prakteknya, pendidikan memang beragam. Beberapa metode pendidikan yang diterapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW di antaranya melalui tiga tingkatan, yakni lisan, tangan, dan hati. Tiga aspek pendidikan ini kemudian dijabarkan oleh para ahli terori pendidikan dari Barat, misalnya Bloom, dengan pemenuhan aspek-aspek pengetahuan (cognitive), keterampilan (psychomotor), dan sikap (affective). Jelasnya, gabungan tiga aspek inilah yang dikehendaki oleh Islam. Di bangku sekolah, teori pendidikan dan tujuan pendidikan di atas kelihatannya rumit sekali. Mahasiswa bisa dibuat puyeng oleh segudang teori pendidikan. Padahal jika dikaji lebih dalam, kenyataannya tidaklah demikian. Hakekat pendidikan sebenarnya sederhana dan mudah diterapkan. Pula hasilnya bisa direngkuh. Metodologi dalam arti umum, adalah studi yang logis dan sistematis tentang prinsip-prinsip yang mengarahkan penelitian ilmiah. Dengan demikian, metodologi dimaksudkan sebagai prinsip-prinsip dasar dan bukan sebagai methods atau cara-cara untuk melakukan penelitian. Dalam bahasa sehari-hari, pengertian methodology dan methods ini sering dikacaukan. Seringkali dijumpai istilah metodologi atau metode penelitian, padahal yang dimaksudkan sebenarnya adalah methods atau cara penelitian-sebagai salah satu tahap dalam metodologi penelitian yang kemudian dituangkan dalam usulan penelitian. Dengan demikian, istilah ”metodologi” di sini adalah dalam arti yang terbatas/sempit. Sebagai suatu pola, cara penelitian tidak bersifat kaku-bagaimanapun, suatu cara hanyalah alat (tool) untuk mencapai tujuan. Cara penelitian digunakan secara bervariasi, tergantung antara lain pada obyek (formal) ilmu pengetahuan, tujuan penelitian, dan tipe data yang akan diperoleh. Penentuan cara penelitian sepenuhnya tergantung pada logika dan konsistensi peneliti. Pembuatan usulan penelitian merupakan suatu langkah konkret pada tahap awal penelitian. Seorang guru yang baru meneliti atau ingin meneliti, dalam hal ini ingin memperoleh informasi dari instrumen yang digunakan. Guru harus memiliki sejumlah keterampilan khusus. Demikian pula, penelitian itu sedapat mungkin ditujukan untuk memecahkan suatu masalah pendidikan yang dihadapi oleh masyarakat, negara, dan ilmu. Sebagai suatu proses, penelitian membutuhkan tahapan-tahapan tertentu yang oleh Bailey disebut sebagai suatu siklus yang lazimnya diawali dengan: 1. pemilihan masalah dan pernyataan hipotesisnya (jika ada); 2. pembuatan desaian penelitian; 3. pengumpulan data; 4. pembuatan kode dan analisis data; dan diakhiri dengan intepretasi hasilnya. Dalam kenyataannya, seorang peneliti dapat mengakhiri penelitiannya setelah interpretasi hasil. Akan tetapi, proses penelitian sendiri tidak berhenti pada tahap itu. Ada kemungkinan bahwa penelitian yang dilakukan tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Dalam hal ini peneliti perlu melakukan revisi atas asumsi/ hipotesisnya dengan melewati tahap pertama. Atau, mungkin juga asumsi/hipotasisnya benar tetapi terdapat kesalahan pada hal-hal lain, misalnya kesalahan dalam penentuan sampel, kesalahan dalam penentuan sampel, kesalahan dalam pengukuran konsep-konsep, atau ketidaktepatan analisis data. Maka dalan hal ini peneliti harus mengulang seluruh proses penelitiannya (Bailey, 1982:10). Pendapat ini memperkuat posisi, bahwa pelaksanaan penelitian bersifat dinamis: yaitu penelitian yang bersifat terbuka, dilakukan dengan berbagai pendekatan yang tidak kaku (rigit). Proses penelitian diketahuai adalah proses yang dinamis, artinya perkembangan suatu teori diawali dengan pemahaman terhadap teori itu sendiri, yang kemudian menghasilkan hipotesis, lalu dari hipotesis itu diperoleh cara untuk melakukan observasi, dan pada gilirannya observasi itu menghasilkan generalisasi. Atas dasar generalisasi inilah teori itu mungkin didukung atau ditolak. Pada hakekatnya sebuah penelitian adalah pencarian jawaban dari pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya oleh peneliti. Selanjutnya hasil penelitian akan berupa jawaban atas pertanyaan yang diajukan pada saat dimulainya penelitian. Untuk menghasilkan jawaban tersebut dilakukan pengumpulan, pengolahan dan analisis data dengan menggunakan metode tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa satu ciri khas penelitian adalah bahwa penelitian merupakan proses yang berjalan secara terus-menerus hal tersebut sesuai dengan kata aslinya dalam bahasa inggris yaitu research, yang berasal dari kata re dan search yang berarti pencarian kembali. Biasanya, begitu seorang peneliti mendapatkan ide adanya masalah atau pertanyaan tertentu, maka pada saat itu juga seorang peneliti mungkin sudah mempunyai jawaban sementara atas masalah itu. Dengan demikian seorang peneliti harus berfikir : Apakah masalah yang sedang terjadi, apakah pertanyaan yang ingin dicari jawabnya, atau apakah hipotesis yang akan diuji. Dalam melakukan penelitian, berbagai macam metode digunakan seiring dengan rancangan penelitian yang digunakan. Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam menyusun rancangan penelitian diantaranya adalah: Pendekatan apa yang akan digunakan, metode penelitian dan cara pengumpulan data apa yang dapat digunakan dan bagaimana cara menganalisis data yang diperoleh. Yang perlu diperhatikan bahwa sifat masalah akan menentukan cara-cara pendekatan yang sesuai, dan akhirnya akan menentukan rancangan penelitiannya. Saat ini berbagai macam rancangan penelitian telah dikembangkan dan salah satu jenis rancangan penelitian adalah Penelitian Deskriptif. Berbagai macam definisi tentang penelitian deskriptif, di antaranya adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain (Sugiyono : 2003). Pendapat lain mengatakan bahwa, penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Suharsimi Arikunto : 2005). Jadi tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam arti ini pada penelitian deskriptif sebenarnya tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan atau komparasi, sehingga juga tidak memerlukan hipotesis. Namun demikian, dalam perkembangannya selain menjelaskan tentang situasi atau kejadian yang sudah berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga dirancang untuk membuat komparasi maupun untuk mengetahui hubungan atas satu variabel kepada variabel lain. Karena itu pula penelitian komparasi dan korelasi juga dimasukkan dalam kelompok penelitian deskriptif (Suharsimi Arikunto : 2005). Secara lebih mendalam tujuan penelitian korelasi adalah untuk mengetahui sejauh mana hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian jenis ini memungkinkan pengukuran beberapa variabel dan saling hubungannya. Hasil yang diperoleh adalah taraf atau tinggi rendahnya saling hubungan dan bukan ada atau tidak ada saling hubungan tersebut. Dalam penelitian komparatif akan dihasilkan informasi mengenai sifat-sifat gejala yang dipersoalan, diantaranya apa sejalan dengan apa, dalam kondisi apa, pada urutan dan pola yang bagaimana, dan yang sejenis dengan itu. Dalam kaitannya dengan tugas mengajar guru maka jenis penelitian yang diharapkan adalah penelitian yang memiliki dampak terhadap pengembangan profesi guru dan peningkatan mutu pembelajaran. Untuk itu walaupun penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang bersifat ex post facto, namun tetap harus mendeskripsikan upaya yang telah dilakukan guru untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran (Suhardjono: 2005). Upaya tersebut dapat berupa penggunaan metode pembelajaran yang baru, metode penilaian atau upaya lain dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi guru atau dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran. Dilihat dari syarat penelitian deskriptif yang sesuai dengan kegiatan pengembangan profesi tersebut (mendeskripsikan upaya yang telah dilakukuan), sebenarnya penelitian seperti itu dapat dikategorikan sebagai jenis penelitian Pre Experimental Design One Shot Case Study atau One-Group Pretest-Posttest Design (Sugiyono: 2003). Namun demikian, karena pelaksanaan penelitian dilakukan setelah kejadian berlangsung maka tetap dapat dikatakan sebagai penelitian deskriptif. Lebih tepatnya, rancangan penelitian seperti itu dapat disebut penelitian deskriptif analitis yang berorientasi pemecahan masalah, karena sesuai dengan aplikasi tugas guru dalam memecahkan masalah pembelajaran atau dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran. Ilustrasi Sebagai ilustrasi dapat digambarkan sebagai berikut. Pak Sahid seorang guru Fisika SMP kelas IX. Dia mempunyai masalah di kelas IX-A karena siswanya sering gaduh dan malas dalam mengikuti pelajaran. Berkali-kali pak Sahid sudah memperingatkan siswanya agar mengikuti pelajaran dengan baik, tetapi masih belum berhasil juga. Untuk itu dia berfikir untuk menemukan cara bagaimana menarik perhatian siswa agar mau mengikuti pelajaran dengan baik dan aktif dalam belajar. Untuk itu pak Sahid mencoba menerapkan metoda pembelajaran dengan metode penemuan/inkuiri ditambah penggunaan berbagai media pembelajaran. Mulailah dirancang langkah-langkah pembelajaran tersebut dan dituangkannya dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Selanjutnya pak Sahid mulai menerapkan metode tersebut yang ternyata mampu menarik siswanya sehingga mau mengikuti pelajaran dengan baik dan lebih aktif dari sebelumnya. Selama pelajaran berlangsung pak Sahid mencatat segala tingkah laku siswa, mana hal-hal yang membuat siswa senang dan termotivasi, dan mana yang kurang menarik siswa. Dia juga merekam nilai yang diperoleh siswa sebelum dan setelah metode tersebut diterapkan. Karena keberhasilannya tersebut pak Sahid ingin mengetahui lebih mendalam tentang sebab-sebab siswa tidak tertarik dan kemudian menjadi tertarik untuk mengikuti pelajaran. Dia mulai menanyai (wawancara) siswanya tentang apa yang membuat menarik dan mana yang tidak menarik, mana yang perlu dilakukan dan mana yang tidak perlu dan sebagainya. Selain itu dia juga membuat angket yang dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam pendapat siswa terhadap metode pembelajaran yang diterapkannya. Dari hasil wawancara, angket maupun hasil penilaian, kemudian dilakukan analisis dan pembahasan tentang penyebab ketidaktertarikan dan penyebab ketertarikan siswa, hal-hal yang membuat siswa bergairah dan sebagainya. Selanjutnya pak Sahid menuliskan segala pengalamannya dalam bentuk laporan penelitian, dituliskannya upaya yang telah dilakukan tersebut secara sistematis mulai dari latar belakang mengapa dia menerapkan metode pembelajaran baru, rumusan masalahnya, landasan teori dan metode penelitian yang digunakan serta te Demikian tadi, pak Sahid sudah melakukan penelitian deskriptif analitis tentang upaya yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah dalam proses pembelajaran di knik analisis/pembahasan dan akhirnya menyusun kesimpulan hasil penelitiannya. kelasnya. Sebuah penelitian beranjak dari masalah yang ditemukan atau dirasakan. Yang dimaksud masalah adalah setiap hambatan atau kesulitan yang membuat seseorang ingin memecahkannya. Jadi sebuah masalah harus dapat dirasakan sebagai satu hambatan yang harus diatasi apabila kita ingin melakukan sesuatu. Dalam arti lain sebuah masalah terjadi karena adanya kesenjangan (gap) antara kenyataan dengan yang seharusnya. Penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah itu, atau dengan kata lain dapat menutup atau setidak-tidaknya memperkecil kesenjangan itu. Setelah masalah diidentifikasi, dipilih, maka lalu perlu dirumuskan. Perumusan ini penting, karena berdasarkan rumusan tersebut akan ditentukan metode pengumpulan data, pengolahan data maupun analisis dan peyimpulan hasil penelitian. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah, yaitu: Sebaiknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, padat dan jelas, memberi petunjuk tentang memungkinkannya pengumpulan data, dan cara menganalisisnya. Setelah masalah dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teoritis penelitian yang akan dilakukan itu. Hal lain yang lebih penting makna dari penelaahan kepustakaan adalah untuk memperluas wawasan keilmuan bagi para calon peneliti, karena kita sadari bahwa semua informasi yang berkaitan dengan keilmuan dalam hal ini teori ataupun hasil penelitian para ahli semua sudah tertuang dalam kepustakaan. Secara garis besar, sumber bacaan itu dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sumber acuan umum, dan (b) sumber acuan khusus. Teori-teori dan konsep-konsep pada umumnya dapat diketemukan dalam sumber acuan umum, yaitu kepustakaan yang berwujud buku-buku teks, ensiklopedia, dan sejenisnya. Generalisasi-generalisasi dapat ditarik dari laporan hasil-hasil penelitian terdahulu itu pada umumnya seperti jurnal, tesis, disertasi dan lain-lain sumber bacaan yang memuat laporan hasil penelitian. Dua kriteria yang biasa digunakan untuk memilih sumber bacaan itu ialah (a) prinsip kemutakhiran dan (b) prinsip relevansi. Setelah peneliti menjelaskan permasalahan secara jelas maka diperkirakan selanjutnya adalah suatu gagasan tentang letak persoalan atau masalahnya dalam hubungan yang letak-letak persoalan atau masalahnya dalam hubungan yang lebih luas. Dalam hal ini peneliti harus dapat memberikan sederetan asumsi dasar atau anggapan dasar. Anggapan dasar ini merupakan landasan teori di dalam melaporkan hasil penelitian nanti. Untuk sebuah penelitian deskriptif yang bertujuan mendeskripsikan gejala yang ada maka setelah ditetapkan anggapan dasar maka dapat langsung melangkah pada identifikasi variabel. Namun untuk penelitian deskriptif yang akan dilanjutkan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel, maka langkah berikutnya adalah merumuskan hipotesis. Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Konsep penting lain mengenai hipotesis adalah mengenai hipotesis nol. Hipotesis nol, yang biasa dilambangkan dengan Ho, adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya saling hubungan antara dua variabel atau lebih, atau hipotesis yang menyatakan tidak adanya perbedaan antara kelompok yang satu dan kelompok yang lainnya. Di dalam analisis statistik, uji statistik biasanya mempunyai sasaran untuk menolak kebenaran hipotesis nol itu. Hipotesis lain yang bukan hipotesis nol disebut hipotesis alternatif, yang biasa dilambangkan dengan Ha, yang menyatakan adanya saling hubungan antara dua variabel atau lebih, atau menyatakan adanya perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok-kelompok yang berbeda. Pada umumnya, kesimpulan uji statistik berupa penerimaan hipotesis alternatif sebagai hal yang benar. Selanjutnya perlu dilakukan identifikasi variabel dan variabel-variabel tersebut perlu didefinisikan secara operasional. Penyusunan definisi operasional ini perlu, karena definisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data mana yang cocok untuk digunakan.Variabel dapat dibedakan atas kuantitatif dan kualitatif. Contoh variabel kuantitatif misalnya banyaknya siswa dalam kelas, jumlah alat praktikum yang disediakan dan sejenisnya. Contoh variabel kualitatif misalnya kedisiplinan siswa, keseriusan guru dalam mengajar, dan sejenisnya. Berkaitan dengan kuantifikasi, data biasa digolongkan menjadi empat jenis, yaitu (1) data nominal; (2) data ordinal; (3) data interval; dan (4) data ratio. Demikian pula variabel, kalau dilihat dari segi ini biasa dibedakan cara yang sama. Variabel nominal, yaitu variabel yang ditetapkan berdasar atas proses penggolongan, contoh : jenis kelamin, status perkawinan, dan sejenisnya. Variabel ordinal, yaitu variabel yang disusun berdasarkan atas jenjang dalam atribut tertentu. Jenjang tertinggi biasa diberi angka 1, jenjang di bawahnya diberi angka 2, lalu dibawahnya diberi angka 3, dan dibawahnya lagi diberi angka 4, dan seterusnya. Contoh : hasil lomba cerdas cermat, peringkat siswa di kelas, dan sejenisnya. Variabel interval, yaitu variabel yang dihasilkan dari pengukuran, yang di dalam pengukuran itu diasumsikan terdapat satuan (unit) pengukuran yang sama. Contoh : variabel interval misalnya prestasi belajar, sikap terhadap metode pembelajaran, dan sejenisnya. Variabel ratio, adalah variabel yang dalam kuantifikasinya memiliki angka nol mutlak. Dalam hal subyek peneltian, maka peneliti dapat memilih apakah akan meneliti populasi atau sampel. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya Setelah peneliti melakukan persiapan seperti dijelaskan di atas, maka selanjutnya dilakukan pengumpulan data. Untuk seorang guru, pengumpulan data dapat dilakukan di kelasnya sendiri. Dalam hal rancangan penelitian deskriptif aplikatif, maka pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan angket (bagi siswa SMP, SMA, SMK) atau wawancara (bagi siswa TK atau SD) dan data yang dikumpulkan misalnya tentang tanggapan siswa atas metode pembelajaran baru yang telah dilakukan guru atau hasil observasi atas sikap siswa pada saat guru menyajikan pembelajaran dengan metode baru. Data lain yang perlu dikumpulkan misalnya adalah nilai hasil belajar siswa, yang diperoleh dari metode dokumentasi, dan keaktifan siswa, yang diperoleh dari hasil pengamatan. Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera dilakukan pengolahan data. Pertama-tama data itu diseleksi atas dasar reliabilitas dan validitasnya. Data yang rendah reliabilitas dan validitasnya serta data yang kurang lengkap digugurkan atau dilengkapi sesuai aturan. Selanjutnya data yang lolos seleksi tersebut disajikan dalam bentuk tabel, diagram, dan lain-lain agar memudahkan dalam pengolahan serta analisis selanjutnya. Data hasil olahan tersebut kemudian harus dianalisis, untuk data kuantitatif (data dalam bentuk bilangan) dianalisis secara statistik, untuk data yang bersifat kualitatif (deskriptif kualitatif) dilakukan analisis non statistik. Data deskriptif kualitatif sering hanya dianalisis menurut isinya dan karenanya analisis seperti ini juga disebut analisis isi (content analysis). Dalam analisis deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel data yang berisi frekuensi, dan kemudian dihitung mean, median, modus, persentase, standar deviasi atau lainnya. Untuk analisis statistik, model analisis yang digunakan harus sesuai dengan rancangan penelitiannya. Apabila penelitian yang dilakukan guru hanya berhenti pada penjelasan masalah dan upaya pemecahan masalah yang telah dilakukan (untuk meningkatkan mutu pembelajaran), maka setelah disajikan data hasil wawancara, angket, pengamatan atau dokumentasi, maka selanjutnya dianalisis atau dibahas dan diberi makna atas data yang disajikan tersebut. Tetapi apabila penelitian juga dimaksudkan untuk mengetahui tingkat hubungan maka harus dilakukan pengujian hipotesis sebagaimana hipotesis yang telah ditetapkan untuk diuji. Misalnya uji statistik yang dilakukan adalah uji hubungan, maka akan diperoleh hasil uji dalam dua kemungkinan, yaitu hubungan antar variabel-variabel penelitian atau perbedaan antara sampel-sampel yang diteliti, dengan taraf signifikansi tertentu, misalnya 5% atau 10%., atau dapat terjadi hubungan antar variabel penelitian atau perbedaan antara sampel yang diteliti tidak signifikan. Apabila ternyata dari hasil pengujian diketahui bahwa hipotesis alternatif diterima (hipotesis nol ditolak) berarti menyatakan bahwa dugaan tentang adanya saling hubungan atau adanya perbedaan diterima sebagai hal yang benar, karena telah terbukti demikian. Sebaliknya dalam kemungkinan hasil yang kedua dinyatakan hipotesis alternatif tidak terbukti kebenarannya, maka berati hipotesis nol yang diterima. Dengan telah diambilnya hasil pengujian mengenai penerimaan atau penolakan hipotesis maka berati analisis statistik telah selesai, tetapi perlu diingat bahwa pelaksanaan penelitian masih belum selesai, karena hasil keputusan tersebut masih harus diberi interprestasi atau pemaknaan. Hasil analisis dari pengujian hipotesis dapat dikatakan masih bersifat faktual, untuk itu selanjutnya perlu diberi arti atau makna oleh peneliti. Dalam pemaknaan sering kali hasil pengujian hipotesis penelitian didiskusikan atau dibahas dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian dipastikan seorang peneliti mengharapkan hipotesis penelitiannya akan terbukti kebenarannya. Jika memang demikian yang terjadi, maka kemungkinan pembahasan menjadi tidak terlalu berperan walaupun tetap harus dijelaskan arti atau maknanya. Tetapi jika hipotesis penelitian itu ternyata tidak tahan uji, yaitu ditolak, maka peranan pembahasan menjadi sangat penting, karena peneliti harus mengekplorasi dan mengidentifikasi sumber masalah yang mungkin menjadi penyebab tidak terbuktinya hipotesis penelitian. Akhirnya dalam kesimpulan harus mencerminkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Jangan sampai antara masalah penelitian, tujuan peneltian, landasan teori, data, analisis data dan kesimpulan tidak ada runtutan yang jelas. Apabila penelitian mengikuti alur atau sistematika berpikir yang runut seperti itu maka penelitian akan dapat dikatakan telah memiliki konsistensi dalam alur penelitiannya. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa program bimbingan difokuskan pada tiga jenis karya ilmiah, yaitu penelitian deskriptif, penelitian eksperimen dan penelitian tindakan kelas. Dalam kaitannya dengan penilaian angka kredit guru terhadap penulisan karya ilmiah, maka salah satu kriteria karya tulis ilmiah adalah Asli, Perlu, Ilmiah, dan Konsisten (Suharjono, 2006). Jadi yang perlu diperhatikan bahwa karya tulis ilmiah tersebut harus asli buatan sendiri (bukan dibuat orang lain), perlu atau bermanfaat untuk pengembangan profesi guru, ilmiah dalam arti sesuai kaidah keilmuan dan penulisan ilmiah, serta konsisten dalam hal bidang yang diteliti, yang diantaranya meliputi kesesuaian dengan tugas guru yaitu bidang pendidikan khususnya pembelajaran, dan sesuai dengan latar belakang guru yang bersangkutan. Sehubungan dengan kriteria di atas, maka yang berkaitan dengan nilai kemanfaatan adalah keharusan adanya tindakan yang bermanfaat atau upaya yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Dengan demikian, jenis karya tulis ilmiah yang sesuai dengan kriteria tersebut adalah jenis penelitian tindakan kelas dan penelitian eksperimen. Dengan demikian meskipun jenis penelitian deskriptif diperbolehkan, namun tetap harus memiliki nilai manfaat untuk pengembangan profesinya. Jadi tidak boleh hanya penelitian yang sifatnya mendeskripsikan kejadian yang ”biasa” terjadi, misalnya (yang banyak ditulis dan ditolak/tidak diberikan angka kredit) : Hubungan Antara Kondisi Ekonomi Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa, Kaitan antara Kurikulum dengan Motivasi Belajar Siswa, Peranan Perpustakaan Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa, dan sejenisnya. Penelitian tentang hal itu memang termasuk penelitian yang bersifat ilmiah, tetapi kurang bermanfaat dalam hal pengembangan profesi guru. Agar penelitian deskriptif tetap memiliki nilai manfaat yang tinggi maka materi yang diangkat sebaiknya tetap berupa deskripsi atau telaah tentang tindakan yang dilakukan atau upaya yang telah dilakukan oleh guru (si penulis sendiri) untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Supaya lebih jelas di sini dikutip pendapat Suhardjono (2006) dalam hal karya tulis ilmiah yang tidak memenuhi persyaratan dalam hal kemanfaatan: ”(a) Masalah yang dikaji terlalu luas, tidak langsung berhubungan dengan permasalahan yang berkaitan dengan upaya pengembangan profesi si penulis. (b) Masalah yang ditulis tidak menunjukan adanya kegiatan nyata penulis dalam peningkatan/pengembangan profesinya. (c) Masalah yang ditulis sangat mirip dengan KTI yang telah ada sebelumnya, telah jelas jawabannya, kurang jelas manfaatnya, dan merupakan hal yang mengulang-ulang.” Selain hal di atas, agar sebuah karya tulis ilmiah benar-benar meyakinkan bahwa penelitian tersebut benar-benar dilakukan, maka harus dilampirkan beberapa hal yang berkaitan dengan penelitan seperti instrumen (pedoman wawancara, pedoman observasi, angket, test hasil relajar dll), contoh hasil kerja siswa, data hasil penelitian, print-out analisis, daftar hadir, ijin penelitian, serta bukti lain yang dipandang perlu. |
LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS MATEMATIKA
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP 1 MELALUI PENERAPAN CONTOH SOAL BERJENJANG DAN SOLUSI ARGUMENTATIF BERBANTUAN LKS SCAFOLLDING
ABSTRAK
Bermula dari rendahnya semangat, aktivitas, dan prestasi belajar matematika siswa kelas VII C2 SMP Negeri 1 dari beberapa tahun terakhir, sebagai dampak pembagian kelas dengan sistem rangking, pada tahun ajaran 2007/2008 peneliti mencoba melakukan penelitian dengan menerapkan contoh-contoh soal secara berjenjang yang dilengkapi solusi argumentatif berbantuam LKS scafollding dalam pengajaran matematika di kelas. Penelitian tindakan ini bertujuan: (1) untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan penerapan contoh soal berjenjang dan proses penyelesaian argumentatif berbantuan LKS scafollding, dan (2)untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan penerapan contoh soal berjenjang dan proses penyelesaian argumentatif berbantuan LKS scafollding.
Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus, dengan mengacu pada tiga pokok bahasan, yaitu: Bilangan, Bentuk Aljabar, dan Persamaan & Pertidaksamaan. Proses pemberian tindakan di kelas mengikuti langkah-lamgkah pembelajaran sebagai berikut: (1) guru memperbaiki miskonsepsi yang mungkin terjadi sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan materi prasyarat dari pokok bahasan yang akan dibicarakan (± 5 menit), (2) guru memberi informasi tentang tujuan pembelajaran hari itu serta penjelasan singkat tentang langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan (± 5 menit), (3) dibentuk kelompok-kelompok kecil, yang terdiri atas 4-5 orang tiap kelompok(± 1 menit), (4) guru membagikan LKS scafollding, yang di dalamnya mengandung penjelasan materi (secara singkat), beberapa contoh soal (dengan tingkat kesulitan dan kompleksitas secara berjenjang), solusi argumentatif, serta soal-soal sebagai bahan latihan (yang semakin ke belakang semakin dilenyapkan unsur bimbingannya). Selanjutnya siswa mendiskusikan isi LKS pada kelompoknya masing-masing (± 45 menit), (5) ditunjuk beberapa kelompok secara bergiliran untuk menyampaikan atau mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, yang dapat ditanggapi oleh kelompok lainnya (± 15 menit), dan (6) siswa menulis rangkuman pelajaran hari itu, serta menyepakati bersama soal-soal yang menjadi tugas rumah (PR) (± 2menit).
Hasil peneltian menunjukkan, dengan penerapan soal contoh berjenjang disertai solusi argumentatif berbantuan LKS scafollding terjadi peningkatan aktivitas dan prestasi belajar siswa secara bertahap. Untuk aktivitas siswa, peningkatan paling tajam terjadi pada aktivitas bertanya, menjawab pertanyaan guru, dan aktivitasnya dalam berdiskusi. Prestasi belajar siswa, khsusnya menyangkut rata-rata kelas, dari siklus I sampai siklus III berturut-turut: 7,81, 8,04, dan 8,06. Tanggapan siswa terhadap model pembelajaran ini sangat positif, yaitu sebagian besar siswa menginginkan model ini diteruskan.
ABSTRAK
Bermula dari rendahnya semangat, aktivitas, dan prestasi belajar matematika siswa kelas VII C2 SMP Negeri 1 dari beberapa tahun terakhir, sebagai dampak pembagian kelas dengan sistem rangking, pada tahun ajaran 2007/2008 peneliti mencoba melakukan penelitian dengan menerapkan contoh-contoh soal secara berjenjang yang dilengkapi solusi argumentatif berbantuam LKS scafollding dalam pengajaran matematika di kelas. Penelitian tindakan ini bertujuan: (1) untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan penerapan contoh soal berjenjang dan proses penyelesaian argumentatif berbantuan LKS scafollding, dan (2)untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan penerapan contoh soal berjenjang dan proses penyelesaian argumentatif berbantuan LKS scafollding.
Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus, dengan mengacu pada tiga pokok bahasan, yaitu: Bilangan, Bentuk Aljabar, dan Persamaan & Pertidaksamaan. Proses pemberian tindakan di kelas mengikuti langkah-lamgkah pembelajaran sebagai berikut: (1) guru memperbaiki miskonsepsi yang mungkin terjadi sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan materi prasyarat dari pokok bahasan yang akan dibicarakan (± 5 menit), (2) guru memberi informasi tentang tujuan pembelajaran hari itu serta penjelasan singkat tentang langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan (± 5 menit), (3) dibentuk kelompok-kelompok kecil, yang terdiri atas 4-5 orang tiap kelompok(± 1 menit), (4) guru membagikan LKS scafollding, yang di dalamnya mengandung penjelasan materi (secara singkat), beberapa contoh soal (dengan tingkat kesulitan dan kompleksitas secara berjenjang), solusi argumentatif, serta soal-soal sebagai bahan latihan (yang semakin ke belakang semakin dilenyapkan unsur bimbingannya). Selanjutnya siswa mendiskusikan isi LKS pada kelompoknya masing-masing (± 45 menit), (5) ditunjuk beberapa kelompok secara bergiliran untuk menyampaikan atau mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, yang dapat ditanggapi oleh kelompok lainnya (± 15 menit), dan (6) siswa menulis rangkuman pelajaran hari itu, serta menyepakati bersama soal-soal yang menjadi tugas rumah (PR) (± 2menit).
Hasil peneltian menunjukkan, dengan penerapan soal contoh berjenjang disertai solusi argumentatif berbantuan LKS scafollding terjadi peningkatan aktivitas dan prestasi belajar siswa secara bertahap. Untuk aktivitas siswa, peningkatan paling tajam terjadi pada aktivitas bertanya, menjawab pertanyaan guru, dan aktivitasnya dalam berdiskusi. Prestasi belajar siswa, khsusnya menyangkut rata-rata kelas, dari siklus I sampai siklus III berturut-turut: 7,81, 8,04, dan 8,06. Tanggapan siswa terhadap model pembelajaran ini sangat positif, yaitu sebagian besar siswa menginginkan model ini diteruskan.
LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS BIOLOGI
ABSTRAKSI
LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
IMPLEMENTASI ‘SIULIS JELATA’ UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI BIOLOGI SISWA KELAS IX SMP XXXX TAHUN PELAJARAN 2007/2008
OLEH
XXX, NIP. xxx, 65 Halaman
Sistem LKS yang diterapkan guru kurang memberi tantangan kepada siswa. Belajar sukses bila belajar “seperti guru” yaitu menerapkan tahap belajar siulis jelata. Siulis jelata adalah akronim dari simak, tulis, jelaskan dan catat.
Tujuan penelitian adalah menerapkan berbagai strategi belajar untuk meningkatkan aktivitas dan kompetensi biologi dengan tahapan siulis jelata.
Penelitian dilakukan disemester ganjil tahun ajaran 2007/2008 dengan subjek penelitian siswa kelas IX SMP XXxx Xxx berjumlah 39 orang. Kegiatan dilakukan selama tiga siklus dengan materi pembelajaran sistem saraf, perkembangbiakan dan pewarisan sifat.
Proses pembelajaran disetting dengan 4 (empat) tahap kegiatan yaitu tahap menyimak, siswa melakukan kegiatan menyimak isi materi dengan menerapkan berbagai strategi belajar seperti antara lain strategi garis bawahi kata kunci, beri catatan pinggir, skema, gambar, tabel. Tahap menulis siswa membuat ringkasan untuk bahan presentasi dengan menerapkan strategi belajar seperti garis bawahi kata kunci, skema, gambar, tabel, out lining, peta konsep, tanya jawab, analogi, mnemonic. Tahap presentasi, siswa mempresentasikan materi pelajaran dengan menerapkan strategi belajar seperti PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review). Tahap terakhir mencatat, siswa mencatatkan ringkasan materi di papan tulis juga menerapkan berbagai strategi belajar seperti garis bawahi kata kunci, skema, gambar, tabel, out lining, peta konsep, analogi/homologi dan mnemonic.
Penelitian ini memperoleh hasil bahwa dari 3 siklus yang dilakukan kompetensi menyimak dan menjelaskan berpluktuasi (naik turun) tergantung tingkat kesukaran materi sedang kompetensi menulis dan mencatat meningkat. Untuk prestasi belajar juga meningkat.
Kesimpulan penelitian adalah jika tahapan belajar siulis jelata diimplementasikan dalam proses pembelajaran biologi dikelas IX SMP XXxx maka kompetensi menulis dan mencatat di papan meningkat, kompetensi menyimak dan menjelaskan berfluktuasi sedangkan prestasi belajar siswa meningkat.
Untuk mendapatkan kompetensi yang optimal penelitian ini menyarankan, selain mengajarkan berbagai strategi belajar dalam pengajaran biologi perlu memperhatikan urutan tingkat kesukaran , ketertarikan, kebutuhan siswa terhadap materi ajar yang akan diajarkan.
LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
IMPLEMENTASI ‘SIULIS JELATA’ UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI BIOLOGI SISWA KELAS IX SMP XXXX TAHUN PELAJARAN 2007/2008
OLEH
XXX, NIP. xxx, 65 Halaman
Sistem LKS yang diterapkan guru kurang memberi tantangan kepada siswa. Belajar sukses bila belajar “seperti guru” yaitu menerapkan tahap belajar siulis jelata. Siulis jelata adalah akronim dari simak, tulis, jelaskan dan catat.
Tujuan penelitian adalah menerapkan berbagai strategi belajar untuk meningkatkan aktivitas dan kompetensi biologi dengan tahapan siulis jelata.
Penelitian dilakukan disemester ganjil tahun ajaran 2007/2008 dengan subjek penelitian siswa kelas IX SMP XXxx Xxx berjumlah 39 orang. Kegiatan dilakukan selama tiga siklus dengan materi pembelajaran sistem saraf, perkembangbiakan dan pewarisan sifat.
Proses pembelajaran disetting dengan 4 (empat) tahap kegiatan yaitu tahap menyimak, siswa melakukan kegiatan menyimak isi materi dengan menerapkan berbagai strategi belajar seperti antara lain strategi garis bawahi kata kunci, beri catatan pinggir, skema, gambar, tabel. Tahap menulis siswa membuat ringkasan untuk bahan presentasi dengan menerapkan strategi belajar seperti garis bawahi kata kunci, skema, gambar, tabel, out lining, peta konsep, tanya jawab, analogi, mnemonic. Tahap presentasi, siswa mempresentasikan materi pelajaran dengan menerapkan strategi belajar seperti PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review). Tahap terakhir mencatat, siswa mencatatkan ringkasan materi di papan tulis juga menerapkan berbagai strategi belajar seperti garis bawahi kata kunci, skema, gambar, tabel, out lining, peta konsep, analogi/homologi dan mnemonic.
Penelitian ini memperoleh hasil bahwa dari 3 siklus yang dilakukan kompetensi menyimak dan menjelaskan berpluktuasi (naik turun) tergantung tingkat kesukaran materi sedang kompetensi menulis dan mencatat meningkat. Untuk prestasi belajar juga meningkat.
Kesimpulan penelitian adalah jika tahapan belajar siulis jelata diimplementasikan dalam proses pembelajaran biologi dikelas IX SMP XXxx maka kompetensi menulis dan mencatat di papan meningkat, kompetensi menyimak dan menjelaskan berfluktuasi sedangkan prestasi belajar siswa meningkat.
Untuk mendapatkan kompetensi yang optimal penelitian ini menyarankan, selain mengajarkan berbagai strategi belajar dalam pengajaran biologi perlu memperhatikan urutan tingkat kesukaran , ketertarikan, kebutuhan siswa terhadap materi ajar yang akan diajarkan.
LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS BAHASA INGGRIS
MENINGKATKAN KOMPETENSI WRITING PADA TEKS REPORT DENGAN STRATEGI MIND MAPPING PADA SISWA KELAS XI IA 1 SMA 1TAHUN PELAJARAN 2007-2008
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Inggris adalah salah satu bahasa internasional yang dipakai oleh sebagian besar penduduk dunia, oleh karena itu banyak hasil penemuan-penemuan baik ilmu pengetahuan maupun teknologi yang ditulis dalam bahasa ini. Dan untuk mengakses informasi tersebut tentu saja dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi berbahasa Inggris yang memadai pula, baik secara lisan ataupun tulis .
Untuk menciptakan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi yang baik dibutuhkan pendidikan yang baik, pendidikan yang mengacu pada kurikulum yang baik pula.
Kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yaitu kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing Satuan Pendidikan menghasilkan kurikulum yang beragam. Dan untuk menjamin tujuan pendidikan nasional, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan harus tetap mengacu pada standar nasional pendidikan
Standar nasional pendidikan terdiri dari standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar nasional pendidikan tersebut yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi pelaksanaan Kurikulum Satuan Pendidikan di masing-masing Satuan Pendidikan.
Pelaksanaan Kurikulum KTSP yang tetap mengacu pada standar nasional pendidikan dapat menciptakan lulusan dengan sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan tersebut, karena dalam kurikulum tersebut pembelajaran bahasa Inggris dikembangkan agar peserta didik mampu berkomunikasi secara lisan atau tulis sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan di masing-masing satuan pendidikan
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Inggris adalah salah satu bahasa internasional yang dipakai oleh sebagian besar penduduk dunia, oleh karena itu banyak hasil penemuan-penemuan baik ilmu pengetahuan maupun teknologi yang ditulis dalam bahasa ini. Dan untuk mengakses informasi tersebut tentu saja dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi berbahasa Inggris yang memadai pula, baik secara lisan ataupun tulis .
Untuk menciptakan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi yang baik dibutuhkan pendidikan yang baik, pendidikan yang mengacu pada kurikulum yang baik pula.
Kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yaitu kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing Satuan Pendidikan menghasilkan kurikulum yang beragam. Dan untuk menjamin tujuan pendidikan nasional, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan harus tetap mengacu pada standar nasional pendidikan
Standar nasional pendidikan terdiri dari standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar nasional pendidikan tersebut yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi pelaksanaan Kurikulum Satuan Pendidikan di masing-masing Satuan Pendidikan.
Pelaksanaan Kurikulum KTSP yang tetap mengacu pada standar nasional pendidikan dapat menciptakan lulusan dengan sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan tersebut, karena dalam kurikulum tersebut pembelajaran bahasa Inggris dikembangkan agar peserta didik mampu berkomunikasi secara lisan atau tulis sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan di masing-masing satuan pendidikan
LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS MATEMATIKA
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DENGAN MEDIA LINGKARAN BERTANDA POSITIF DAN NEGATIF DAN METODE TCL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI XXX
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pada ajaran baru tahun 2005 – 2006 SMP Negeri 2 xxx mulai menerapkan kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi/KBK) untuk kelas VII . Seleksi siswa baru pada sekolah ini dilakukan dengan sistem test untuk mata pelajaran matematika dan bahasa Indonesia. Hasilnya 240 siswa diterima dengan hasil yang bervariasi.
Untuk mengetahui tingkat penguasaan materi siswa di sekolah dasar penulis melakukan pretest dengan jumlah soal 20 butir kepada seluruh siswa dengan materi operasi penjumlahan pada bilangan bulat yang notabene di sekolah dasar sudah dipelajari. Namun hasilnya sungguh mengejutkan, nilai rata-rata test 3,87; siswa yang mendapat nilai 6,0 sebanyak 7 orang dan siswa yang mendapat nilai ≥ 6,5 sebanyak 10 orang.
Masalah nyata ini menimbulkan tanda tanya besar bagi penulis, mengingat nilai rata-rata matematika berdasarkan Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU) Ujian Nasional Tahun 2005 pada SMP Negeri 2 xxx menunjukkan angka 6,77 ; sementara itu pada SMP Negeri 4 xxx menunjukkan angka 8,05 .
Berdasarkan latar belakang kesenjangan antara hasil pretest dengan nilai SKHU siswa penulis bersama rekan sejawat melakukan ujicoba pengembangan model pembelajaran Matematika Realistik (Realistik Mathemathic Education) di SMP Negeri 2 xxx.
B.Identifikasi Masalah
Dalam pembelajaran matematika di kelas VII banyak materi yang harus disajikan oleh guru kepada siswa, diantaranya materi operasi hitung bilangan bulat yang semestinya sudah siswa kuasai di jenjang sekolah dasar (SD). Selama ini guru menggunakan metode “Terangkan–Catat–Latihan”. Metode ini mempunyai kelebihan, yaitu dalam waktu singkat anak memahami materi pelajaran namun tingkat retensi pemahaman siswa tidak optimal. Disamping itu, metode TCL mempunyai kelemahan, yaitu aspek psikis dan sosial anak tidak sepenuhnya terlibat. Untuk meningkatkan retensi pemahaman siswa perlu dilakukan pembelajaran yang melibatkan aspek kognitif, psikis dan sosial siswa secara optimal. Pembelajaran melalui metode pembelajaran matematika realistik dengan lingkaran bertanda positif dan negatif merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat melibatkan ketiga aspek tersebut. Pembelajaran dengan metode ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan retensi pemahaman siswa.
Dalam rangka menguji tingkat keefektifan dan tingkat retensi pemahaman siswa antara menggunakan metode Terangkan–Catat–Latihan (TCL) dengan metode pembelajaran matematika realistik dengan lingkaran bertanda positif dan negatif dalam operasi penjumlahan dan penguranagn pada bilangan bulat di kelas VII perlu dilakukan penelitian.
C.Pembatasan Masalah
Operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat sebenarnya telah diberikan pada pendidikan tingkat sekolah dasar (SD). Namun masih diulangi pada kelas VII pada sekolah menengah pertama (SMP), dengan pengayaan pengenalan penjumlahan bilangan bulat negatif. Bila penanaman konsep ini gagal atau lemah, maka pada materi-materi ataupun kelas selanjutnya kemampuan siswa dalam kedua operasi tersebut pada bilangan bulat tidak akan maksimal. Dengan pertimbangan inilah maka penelitian ini dilakukan pada kelas VII SMP.
D.Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut :
1.Apakah metode pembelajaran matematika realistik dengan media lingkaran bertanda positif dan negatif lebih efektif daripada metode Terangkan–Catat–Latihan (TCL)?.
2.Apakah metode pembelajaran matematika realistik dengan media lingkaran bertanda positif dan negatif dapat meningkatkan retensi pemahaman materi yang lebih tinggi daripada metode Terangkan–Catat–Latihan (TCL)?.
E.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1.Mengetahui keefektifan metode pembelajaran matematika realistik dengan media lingkaran bertanda positif dan negatif dan metode Terangkan– Catat–Latihan (TCL).
2.Mengetahui tingkat retensi pemahaman materi dari metode pembelajaran matematika realistik dengan media lingkaran bertanda positif dan negatif dan metode Terangkan–Catat–Latihan (TCL).
F.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan :
1.Mengembangkan metode pembelajaran matematika di SMP yang efektif dan efisien.
2.Meningkatkan retensi pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
......................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pada ajaran baru tahun 2005 – 2006 SMP Negeri 2 xxx mulai menerapkan kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi/KBK) untuk kelas VII . Seleksi siswa baru pada sekolah ini dilakukan dengan sistem test untuk mata pelajaran matematika dan bahasa Indonesia. Hasilnya 240 siswa diterima dengan hasil yang bervariasi.
Untuk mengetahui tingkat penguasaan materi siswa di sekolah dasar penulis melakukan pretest dengan jumlah soal 20 butir kepada seluruh siswa dengan materi operasi penjumlahan pada bilangan bulat yang notabene di sekolah dasar sudah dipelajari. Namun hasilnya sungguh mengejutkan, nilai rata-rata test 3,87; siswa yang mendapat nilai 6,0 sebanyak 7 orang dan siswa yang mendapat nilai ≥ 6,5 sebanyak 10 orang.
Masalah nyata ini menimbulkan tanda tanya besar bagi penulis, mengingat nilai rata-rata matematika berdasarkan Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU) Ujian Nasional Tahun 2005 pada SMP Negeri 2 xxx menunjukkan angka 6,77 ; sementara itu pada SMP Negeri 4 xxx menunjukkan angka 8,05 .
Berdasarkan latar belakang kesenjangan antara hasil pretest dengan nilai SKHU siswa penulis bersama rekan sejawat melakukan ujicoba pengembangan model pembelajaran Matematika Realistik (Realistik Mathemathic Education) di SMP Negeri 2 xxx.
B.Identifikasi Masalah
Dalam pembelajaran matematika di kelas VII banyak materi yang harus disajikan oleh guru kepada siswa, diantaranya materi operasi hitung bilangan bulat yang semestinya sudah siswa kuasai di jenjang sekolah dasar (SD). Selama ini guru menggunakan metode “Terangkan–Catat–Latihan”. Metode ini mempunyai kelebihan, yaitu dalam waktu singkat anak memahami materi pelajaran namun tingkat retensi pemahaman siswa tidak optimal. Disamping itu, metode TCL mempunyai kelemahan, yaitu aspek psikis dan sosial anak tidak sepenuhnya terlibat. Untuk meningkatkan retensi pemahaman siswa perlu dilakukan pembelajaran yang melibatkan aspek kognitif, psikis dan sosial siswa secara optimal. Pembelajaran melalui metode pembelajaran matematika realistik dengan lingkaran bertanda positif dan negatif merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat melibatkan ketiga aspek tersebut. Pembelajaran dengan metode ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan retensi pemahaman siswa.
Dalam rangka menguji tingkat keefektifan dan tingkat retensi pemahaman siswa antara menggunakan metode Terangkan–Catat–Latihan (TCL) dengan metode pembelajaran matematika realistik dengan lingkaran bertanda positif dan negatif dalam operasi penjumlahan dan penguranagn pada bilangan bulat di kelas VII perlu dilakukan penelitian.
C.Pembatasan Masalah
Operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat sebenarnya telah diberikan pada pendidikan tingkat sekolah dasar (SD). Namun masih diulangi pada kelas VII pada sekolah menengah pertama (SMP), dengan pengayaan pengenalan penjumlahan bilangan bulat negatif. Bila penanaman konsep ini gagal atau lemah, maka pada materi-materi ataupun kelas selanjutnya kemampuan siswa dalam kedua operasi tersebut pada bilangan bulat tidak akan maksimal. Dengan pertimbangan inilah maka penelitian ini dilakukan pada kelas VII SMP.
D.Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut :
1.Apakah metode pembelajaran matematika realistik dengan media lingkaran bertanda positif dan negatif lebih efektif daripada metode Terangkan–Catat–Latihan (TCL)?.
2.Apakah metode pembelajaran matematika realistik dengan media lingkaran bertanda positif dan negatif dapat meningkatkan retensi pemahaman materi yang lebih tinggi daripada metode Terangkan–Catat–Latihan (TCL)?.
E.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1.Mengetahui keefektifan metode pembelajaran matematika realistik dengan media lingkaran bertanda positif dan negatif dan metode Terangkan– Catat–Latihan (TCL).
2.Mengetahui tingkat retensi pemahaman materi dari metode pembelajaran matematika realistik dengan media lingkaran bertanda positif dan negatif dan metode Terangkan–Catat–Latihan (TCL).
F.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan :
1.Mengembangkan metode pembelajaran matematika di SMP yang efektif dan efisien.
2.Meningkatkan retensi pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
......................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar